JANGAN terburu-buru menyalahkan kondisi perekonomian yang kian menghimpit atau kesibukan pekerjaan ketika Anda mengalami serangan panik. Sebab, riset terbaru menunjukkan gejala tersebut bisa dipicu oleh internet.
''Jumlah data yang kita dapatkan setiap hari telah melonjak drastis. Beberapa ahli syaraf percaya bahwa otak kita tidak dirancang untuk menangani volume sebanyak itu,'' tulis Taylor Clark di situs slate.com.
Hal itu berlaku pula bagi Anda yang tak bisa lepas dari laptop, ponsel, dan televisi. Hidup di era internet seperti ini, menuntut orang untuk menyamakan ritme dengan aliran berita personal dan internasional secara online, melalui blog, e-mail, dan jejaring sosial. Kemudian, kita juga diharuskan untuk menyaring dan menyebarkan informasi tersebut. Input dan output konstan tersebut menciptakan hiruk-pikuk yang mengganggu, sehingga lebih sulit bagi siapa pun untuk fokus terhadap pekerjaannya.
''Semua informasi yang datang mengharuskan kita untuk melakukan sesuatu tentangnya, dan sering kali informasi tersebut terasa mengontrol kita daripada sebaliknya,'' ujar Brett P. Kennedy, seorang psikolog yang berbasis di New York, seperti dikutip situs shine.yahoo.com.
Perasaan di luar kendali itu semakin memburuk seiring dengan tiap twit atau e-mail yang tidak Anda respon. ''Kita menjadi semakin dikondisikan untuk merespon komunikasi ini secepat mungkin, dan hal itu bisa membuat kita merasa kewalahan,'' imbuhnya.
Dengan semakin canggihnya teknologi komunikasi seperti akses Wi-Fi dan ponsel pintar, kian sulit bagi orang mencari alasan untuk menunda memberikan respon, terutama dalam dunia kerja.
''Dalam pekerjaan dan situasi kerja, tidak ada lagi konsep bekerja dari jam sembilan pagi sampai lima sore,'' kata Kennedy. Pekerjaan bahkan bisa berada dalam risiko jika Anda tidak menanggapi sebuah e-mail dalam waktu beberapa jam, bahkan beberapa menit saja, imbuhnya.
Kekhawatiran atas kehilangan pekerjaan dan putusnya pertemanan, memang menjadi sejumlah dampak negatif dari era internet. Tapi, ada pula aspek neurologis dari kecemasan akibat banjir informasi tersebut.
''Otak kita yang malang pasti menderita akibat informasi yang berlebihan. Tingkat perhatian otak kita itu terbatas. Banjir informasi membuatnya merasa berada di bawah ancaman, dan menutup area otak yang lebih tinggi yang berhubungan dengan empati,'' jelas Felix Economakis, seorang psikolog stress yang berbasis di London.
Jadi, bagaimana cara agar kita bisa lebih relaks? Trik tercepat tentunya dengan segera mematikan semua perangkat komunikasi Anda seperti laptop, BlackBerry, iPad, PDA, dan lain sebagainya.
Akan tetapi, semakin lama Anda memutuskan koneksi, pekerjaan pun akan kian menumpuk setelahnya. Untuk itu, Kennedy memberikan batasan yang jelas guna membantu Anda.
''Berikan dirimu sebuah 'amnesti e-mail' di mana Anda menghapus semua e-mail yang belum dibaca lebih dari seminggu. Luangkan 'waktu bebas teknologi' bersama teman dan keluarga, ketika semua perangkat komunikasi dimatikan,'' sarannya.
sumber : http://metrotvnews.com/metromain/newscat/polkam/2011/02/07/41861/Teknologi-Informasi-Bisa-Picu-Stress