Setelah itu seiring dengan berjalannya waktu , saya terus tumbuh dan berkembang menjadi seorang anak remaja yang labil , masih mementingkan kesenangan , dan lain sebagainya. Maka masa SMP adalah masa yang sulit bagi saya. Saya betul-betul merasa ingin bebas , tidak ada yang menyuruh , berlaku sesuka hati , tanpa tau resiko nya. Dan memang tampak nya resiko itu pun datang mengetuk pintu diri saya , memberi salam terlebih dahulu lalu masuk dalam diri saya. Nilai-nilai saya pun banyak yang hancur , waktunya saya berangkat sekolah , saya malah pergi entah kemana yang intinya hanya satu yaitu bersenang-senang. Mungkin sekarang memang terasa akibatnya karena hal semacam ini memberi dampak di waktu yang sangat akan datang. Mengingatnya pun saya benar-benar sungguh bingung. Entah mengapa dan memang mengapa hal itu membuat saya semakin lupa diri untuk belajar , dan terus bersenang-senang. Dan di saat SMP pun saya jarang atau bahkan tidak pernah memegang buku sekalipun mengerjakan PR , selain di sekolah. Memang masa inilah masa sulit bagi saya , kalaupun sadar , sudah terlambat karena kejadian itu berlangsung saat saya SMP dulu. Sulit memang , apalagi harus mengingatnya kembali. Namun, apa daya bukan penyesalan bila tidak terjadi belakangan. Tahun demi tahun berjalan , masa SMP terus saya lalui dengan bersenang-senang. Sampai akhirnya sampai lah saya di penghujung tahun SMP saya , kelas 3 SMP. Saat-saat di mana saya merasakan rasanya jadi kakak kelas (apalagi tempat SMP saya khusus hanya untuk SMP kelas 1 sampai dengan kelas 3. Untuk TK , SD dan SMA letaknya di tempat lain. Gedung tempat sekolah saya merupakan gedung pindahan, mengingat tempat utamanya terlalu penuh untuk menampung siswa baru) , titik akil balik saya merasakan kebebasan dan ke-was-was an karena menjelang Ujian Akhir Nasional atau biasa disebut UAN. Di kelas saya , saya di tempatkan di kelas yang punya sejarah kelam yaitu 3C. di sejarahkan bahwa kelas 3C dari dahulu , memang sengaja di tempatkannya siswa-siswi yang rata-rata badung/nakal tetapi otaknya benar-benar lumayan. Dan memang benar saja , saya berubah seketika dengan situasi di kelas 3C tersebut. dari mulai yang biasanya siswi-siswi yang pintar dan rajin-rajin , sampai siswa-siswa yang cerdas namun santai pun ada di sana. Dan memang lah , guru-guru sekolah saya pun menggosipkan kalau kelas 3C memang kelas yang gaduh , ribut , usil , tapi kreatif. Sayangnya , kelas itu diperburuk oleh saya sendiri. Maka dari itu saya secara drastis berubah menjadi siswa berdaya saing menyaingi teman-teman saya yang cerdas. Walaupun begitu terlambat sudah , karena materi-materi kelas 1 dan kelas 2 SMP tidak saya pelajari dengan benar. Alhasil, tetap saja saya pasti(bukan akan tetapi pasti 100%) kalah. Kecewa memang , namun mau bagaimana lagi. Semua sudah terjadi. Kalau di sesali, buat apa? Toh waktu tidak bisa terulang. Otak manusia yang tampak saja tidak bisa di buat oleh manusia , apalagi mengatur hal yang tidak tampak seperti waktu. Haha , jadikan bahan tertawaan saja lah…haha umm,,, Situasi kelaspun menyenangkan bagi para murid , karena teman-temannya saling terima satu sama lain , kompak , have fun , nakal memang bagi kalangan orang dewasa , menyenangkan , pokoknya benar-benar masa akil balik deh.. ibarat mendaki gunung , saya sudah sampai di puncak gunung saat sebelum kelas 3, dan saya sedang menuruni gunung saat kelas 3 dimulai. Saya pusing karena saya terlalu ketinggalan dengan materi-materi yang ada. Karena UAN sudah sangat dekat , saya terpaksa membeli sebuah buku yang isinya hanya soal , jawaban serta pembahasannya. Hanya itu pegangan saya untuk melangkah di UAN karena untuk memegang ratusan fotokopian buku catatan teman , malah membuat pusing akhirnya malah otak menjadi eror, tidak sesuai pada penempatannya. Yang mestinya 4x5=20 malah menjadi 9 dan lain sebagainya. Saya pikir memang saya hanya membutuhkan semua materi yang saya lupakan diganti dengan buku yang tebalnya tidak sampai 2,5 inci. Dan akhirnya tiba saat nya untuk detik-detik menjelang UAN. Hadapi lah dengan tenang memang tapi saya terlalu santai. Walaupun begitu , hasilnya pun jadinya pas-pas an. Melihat situasi dan kondisi yang terjadi pada diri saya dan proses pembelajaran saya , maka di lempar lah saya untuk melanjutkan Sekolah Menengah Atas di Kabupaten Semarang , kec. Jambu , Bedono yang bernama SMA Sedes Sapientiae. Disinilah dimulai segalanya berubah , ya meskipun begitu tidak benar-benar berubah 100% , hanya saja mata saya sedikit mulai terbuka. SMA ini terletak di daerah pedesaan, berada di depan jalan raya Semarang-Magelang. Walaupun ramai dilalui kendaraan lalu lalang karena jalan raya tersebut merupakan jalan utama dari daerah Semarang menuju Yogyakarta , tidak membuat proses belajar mengajar terganggu. Dengan cuaca yang memungkinkan , situasi yang benar-benar alami , membuat saya bergejolak. Hal tersebut sungguh jauh berbeda dengan 6 tahun saya bersekolah di Jakarta. Mau tidak mau saya harus menjalaninya. Sekolah itu menampung fasilitas yang dinamakan dengan asrama. Saya di letakkan di situ dengan tujuan , saya berubah. Mulai dari teknologi sampai sosialisasi , semua di “gembleng” di situ. Awalnya saya tidak betah , namun dikarenakan saya telat beradaptasi dengan baik , saya betah disaat-saat terakhir. Sekolah tersebut banyak menampung murid-murid yang berasal dari Pulau Sumatera hingga Pulau Irian. Guru-guru disana ternyata memiliki visi dan misi yang jelas dan tegas sehingga target yang di pasang tercapai. Maka tak heran sekolah SMA saya tersebut bisa menampung murid-murid dari seluruh Indonesia. Saya banyak belajar dari sana. Saya kenal seorang guru yang cerdasnya bukan main. Mengajar matematika tugasnya tapi sampingannya adalah wakil kepala sekolah. Haha , aneh memang wakil kepala sekolah malah menjadi sebuah sampingan. Hal ini tentunya saya simpulkan sendiri , karena saya tidak terlalu banyak mengenal beliau namun saya tau betul beliau. Lebih susah mengajar matematika kepada siswa daripada menjadi wakil kepala sekolah yang perencanaan 5 tahun kedepan yang sudah terpikirkan dan siap di jalankan. Cerdas memang betul orang nya, kagum saya.